Rabu, 26 Oktober 2016

Pengertian Jathilan


     Kata sebutan “jathilan” berasal dari kata “jathil” (Jawa) yang artinya “njoget nunggang jaran kepang”. Jadi yang disebut “jathilan” adalah: “Arane tontonan jejogedan nganggo nunggang jaran kepang” (Mangunsuwito, 2002: 76). ada juga yang mengetimologikan dari asal katanya, jathilan berasal dari kalimat singkatan berbahasa Jawa “jaranne thil-thilan”  yang jika dialih bahasakan ke dalam bahasa indonesia menjadi “kudanya benar-benar joget tak beraturan
 ”.  Joget tak beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathilan utamanya ketika para penari telah kerasukan. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, ataupun jaran kepang. 
Tersemat kata “kuda” karena kesenian yang merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis ini dimainkan dengan menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Jathilan dipertunjukkan umumnya pada siang dan sore hari oleh sekelompok seniman yang terdiri dari penari dan penggamel (pemain gamelan). Dahulu, Jathilan merupakan sebuah tarian ritual untuk memanggil roh kuda dan meminta keamanan desa serta keberhasilan panen. Menurut perannya dalam masyarakat Jawa, kuda melambangkan kekuatan, kepatuhan, dan sikap pelayanan dari kelas pekerja. Hal inilah yang menginspirasi seluruh pertunjukan Jathilan yang menempatkan penari dengan kuda-kudaan sebagai pusat perhatian. 

     Tari kerakyatan dengan ciri khas para penarinya menggunakan properti kuda kepang ini banyak tumbuh dan berkembang di desa-desa wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Jawa Barat. Bahkan para transmigran dari Jawa di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi juga banyak yang mengembangkan kesenian jenis ini. Di Malaysia bagian Selatan pun juga terdapat kesenian kuda kepang yang dikembangkan oleh orang-orang Jawa yang menetap di sana. 


     Kesenian kuda kepang ini di beberapa daerah memiliki sebutan yang berbeda-beda. Di Yogyakarta kesenian ini populer disebut sebagai “Jathilan”. Namun di Kulon Progo ada yang menyebut “Oglek” dan “Incling”. Sedangkan di Jawa Tengah daerah Banyumas, kesenian ini dikenal sebagai kesenian “Ebek”, dan di daerah keresidenan Surakarta disebut “Jaranan Dor”. Sementara di daerah Tulungagung, Blitar dan sekitarnya lebih dikenal sebagai kesenian “Senthe Rewe”, dan ‘Kuda Lumping’ istilah populer di Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar