Kamis, 03 November 2016

Pementasan Reog Wayang



Kesenian tradisional Reog wayang orang di Yogyakarta ini telah hidup sejak beberapa puluhan tahun yang lalu. Reog Wayang ini banyak di kenal dan sangat populer di daerah Bantul, Yogyakarta bagian selatan seperti kecamatan Srandakan, Sanden, Bambanglipuro, Pandak dan beberapa daerah lainnya, namun di kabupaten Kulon Progo kesenian ini juga mulai digemari. Dalam Reog Wayang biasanya dimainkan oleh lebih dari 20 an penari, dimana setiap penari memerankan masing – masing tokoh dalam cerita tersebut. 

Penari reog wayang terbagi menjadi 2 barisan memanjang ke belakang, dimana barisan yang satu adalah tokoh tokoh baik (pandawa) dan barisan satunya adalah tokoh jahat (kurawa). Urutan dari kedua barisan tersebut yang paling depan adalah Lembatak tokoh Lembatak ini bukanlah tokoh dalam cerita pewayangan, namun tokoh Lembatak merupakan kesatria berpedang yang berpakaian prajurit keraton. Urutan dibelakangnya adalah penurung yang biasanya membawa bendera simbul dari paguyuban reog tertentu, urutan dibelakangnya Alusan (tokoh kesatria),kemudian  Kethek (pasukan kera) dan Buto (raksasa). Setiap kelompok tersebut memiliki gerakan yang berbeda – beda. Pada penari Alusan, penari menari dengan gerakan yang halus dan lembut. Penari Kethek menari dengan gerakan yang lincah dan atraktif. Dan untuk penari Buto menari dengan gerakan yang kasar dan bringas. Selain itu juga terdapat tokoh lain seperti Punokawan. Untuk. Setiap tokoh yang di perankan dalam Reog Wayang ini memiliki ciri khas dalam gerakannya.

Penampilan Reog Wayang diawali dengan sembahan, yaitu penghormatan kepada leluhur, pemilik hajat dan penonton. Kemudian dilanjutkan dengan menari berbaris. Dalam menari berbaris ini setiap penari menari dengan gerakan yang berbeda – beda sesuai dengan gerakan tokoh yang di perankannya. Pada akhir babak ini, dua barisan tersebut terpisah menjadi dua kelompok dan saling berhadapan setiap kelompoknya seperti akan memulai peperangan, kemudian dilanjutkan dengan perang individu.


Perang individu ini penari berperang satu persatu. Bagian ini lah yang paling menarik pada pertunjukan Reog Wayang, karena setiap penari menunjukan keahliannya dalam menarikan dan memerankan tokoh masing – masing. Dalam perang ini diawali dengan perang Lembatak, kemudian dilanjutkan perang sesuai dengan permintaan yang punya hajat. Salah satu yang menarik dan sering diminta pada perang ini adalah perang Arjuna dan Cakil dan biasanya Cakil didampingi beberapa Buto pendamping, karena gerakan perang kedua tokoh ini terbilang sulit dan sangat atraktif. Gerakan yang lembut dari Arjuna dan gerakan lincah atraktif dari Cakil serta gerakan buto pendamping yang kasar memiliki nilai seni tersendiri. Selain itu perang Kethek dan Buto juga sangat menarik, karena gerakan Kethek yang lincah sering memberikan pertunjukan atraktif juga. Biasanya dalam perang inilah tema sebuah reog wayang diketahui, mereka menceritakan banjaran tertentu, bisa Rahwana, Sugriwo Subali, atau cerita lain.

Di Setiap kelompok kesenian Reog Wayang biasanya memiliki kreasi dalam menampilkan dan ciri khas tersendiri, terutama dalam gerakan maupun penambahan adegan dalam perang. Dalam pertunjukannya penari menari dengan iringan instrumen musik seperti bende, dodog, dan kepyek ada juga beberapa yang berkreasi dengan drum serta beberapa perangkat gamelan (biasanya demong dan saron serta kendang) dimana iringan musik gamelan ini di sesuaikan dengan tarian yang dipertunjukan. Salah satu instrumen yang paling penting adalah dodog, dodog merupakan alat musik seperti bedug namun ukurannya lebih kecil. Suara dodog ini yang menjadi acuan para penari dalam mengambil gerakannya. Sehingga membuat gerakannya terlihat padu dan dinamis namun ada juga beberapa kelompok yang memakai bende untuk mengatur gerakannya.

Selain dengan iringan musik, Reog Wayang juga di iringi dengan lantunan tembang jawa yang berisi tentang cerita pewayangan dan nasehat yang ada didalamnya. Dalam iringan ini biasanya dilakukan oleh dua orang yaitu Penthul dan Bejer dan sekaligus menjadi dalang dalam mengambil cerita pementasannya. Pada saat babak sembahan, pengiring ini membuka acara dengan salam pembuka dan penghormatan kepada penonton, pemilik hajat dan leluhur. Pada saat menari baris, pengiring ini menyayikan tembang yang berisi tentang cerita wayang yang diangkat dan nasehat yang ada di dalamnya. Kemudian pada saat perang, salah satu pengiring menyanyikan tembang dan satunya sebagai pengisi suara pada tokoh wayang yang menari agar pertunjukan terlihat lebih hidup.

Kostum yang di gunakan dalam reog ini hampir sama dengan kostum Wayang orang gaya Yogyakarta. Namun untuk penataan kostum dibuat lebih sederhana agar lebih leluasa dalam bergerak. Untuk beberapa tokoh seperti Buto dan Kethek biasanya di lengkapi dengan gelang kelinthing pada kakinya, karena gerakannya yang lincah sehingga saat menari atau menghentakkan kaki akan memberikan suara yang indah saat dipadukan dengan iringan musik lainnya. Selain itu penari juga di lengkapi dengan properti senjata sesuai dengan tokoh masing masing. Untuk tata rias hampir sama dengan wayang orang, namun menggunakan bahan rias khusus agar tidak mudah luntur karena keringat.

Reog Wayang ini awalnya hanya di tampilkan dari desa satu ke desa lainnya dan dari rumah ke rumah (Mbarang-jawa). Namun seiring dengan perkembangan dan managemen  pementasan, sebelum melakukan pementasan pemilik rumah (penanggap) sudah memesan dahulu  sehingga dalam satu hari pertunjukan biasanya kelompok Reog Wayang ini sudah memilik daftar tempat mana saja yang harus di kunjungi dan perang apa saja yang akan di tampilkan. Namun ada juga Reog Wayang ini yang hanya dipentaskan di satu tempat. Format pementasan pun lebih lama dan perangnya pun lebih banyak biasanya pada pementasan yang hanya di satu tempat ini sebagai hiburan/syukuran hajatan tertentu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar